Gambar Bendungan Paselloreng |
Proyek tersebut melingkupi 2 (Dua) kecamatan yakni kecamatan Gilireng dan Kecamatan Maniangpajo. Dari 2 (Dua) kecamatan terdiri 3 Desa yakni: Desa Passeloreng dan Desa Arajang (Kec.Gilireng) serta satu Desa Minanga Tellue Kec. Maningpajo. Kab. WAJO
Bendungan yang dibangun sejak tahun 2015 itu kini masih menyisahkan problem besar.
Berdasarkan hasil investigasi dan temuan Anti Corruption commite (ACC) Sulawesi prihal proyek pembangunan tersebut, mencium ada aroma korupsi dalam proyek pengadaan Tanah tersebut yang terjadi terstruktur, sistematis dan Masif. Dalam proses hingga pencairan dana ganti kerugian kepada warga Kata Kadir Wokanubun koordinator ACC Sulawesi
lanjut Kadir Menuturkan, Secara teknis, proses, tahapan hingga pembayaran ganti kerugian diatur dalam peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 19 Tahun 2021 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Dalam Pasal 94 ketua Panitia Pengadaan, membentuk Satuan Tugas yakni Satgas A membidangi Pengumpulan Data fisik Tanah yang dalam hal ini pengukuran dan pemetaan bidang dan sementara Satgas B memiliki Tugas pengumpulan data yuridis Tanah yang berkaitan dengan nama pemegang hak, bukti hak, letak lokasi status tanah, nomor identifikasi bidang, data tanaman yang diatasnya. Atau secara sederhana segala hal yang berkaitan dengan administrasi serta apa yang saja yang ada di tanah tersebut.
Selanjutanya hasil inventarisir dan identifikasi dilakukan oleh satgas A dam satgas B, akan di umumkan di kantor kelurahan/Desa, Kantor kecamatan. Sebagaimana tertuang dalam Pasal 105.
Jika mengacu pada ketentuan hukum diatas, dengan hasil temuan investigasi ACC Sulawesi, maka kami menilai ada dugaan praktek mafia tanah dalam proyek pengadaan Tanah untuk Bendungan Passeloreng dilakukan secara terstruktur.
Kenapa Terstruktur? Karena ada keterlibatan struktur kekuasaan yang dalam hal ini yakni adanya oknum panita pengadaan tanah.
Misalnya Panitia Pelaksanan melakukan Pemanggilan berupa Udangan kepada Pihak yang berhak namun, hal tersebut tidak pernah di terima oleh warga. Justru yang terjadi diduga oknum panitia pelaksana pengadaan memanggil orang lain atau kerabatnya yang sama sekali tidak memiliki hubungan dengan tanah tersebut sebagai penerima ganti kerugian hak atas tanah. Ujar Kadir Wokanubun
Dilakukan secara sistematis, oleh oknum-oknum tersebut dengan cara-cara kita bisa lihat misalnya Satgas B: mempunyai fungsi verifikasi data pemegang Hak atas tanah namun data tersebut tidak didasarkan pada data yang sebenarnya. melainkan, data yang digunakan tersebut data hasil manipulasi dari oknum panitia pelaksana Pengadaan tersebut.
Lebih detail misalnya ada orang yang memiliki bukti penguasaan seperti PBB atau dokumen administrasi tanah lainya dan bahkan telah menguasai tanah tersebut secara turun temurun, namun warga tersebut tidak pernah mendapat surat panggilan dari Panitia Pelaksana Pengadaan untuk dilanjutkan Proses verifikasi data fisik berupa pengukuran yang di laksanakan oleh Satgas:B Justru yang mendapat panggilan adalah mereka yang sama sekali tidak memiliki hubungan dengan tanah.
Anehnya lagi, proses pengukuran tanah tersebut dilakukan dengan cara sembunyi- sembunyi tanpa melibatkan warga pemilik lahan yang sebenarnya dan Kesan proses ini dilakukan dalam ruang yang gelap terkonfirmasi saat pengumuman hasil Invetarisir dan identifikasi diumumkan di kantor Kecamatan yang jauh dari warga terdampak proyek pembangunan tersebut sehingga timbul pertanyaan " ada apa, kenapa pengumuman tersebut di lakukan di tempat yang berbeda dan sangat jauh dari lokasi bendungan"?? Tegas Kadir
Fakta lain temuan kami, kadang luas tanah hasil pengukuran panitia di gelapkan oleh oknum panitia misalnya total hasil pengukuran 1000 m2 namun di peta bidang tercantum hanya 500 m2 dan sisanya kemudian di carikanlah orang lain agar seoalah- olah orang orang tersebut memiliki bidang tanah tersebut.
Akibatnya, praktek-praktek tersebut ditas, secara masif telah mengakibatkan ratusan kepala keluarga Petani dari 3 Desa tersebut harus kehilangan hak atas tanahnya yang tidak lain sebagai sumber mata pencaharianya.
Sehingga kami menilai, jika ini terus di lanjutkan maka sangat jelas potensi akan merugikan keuangan negara dan sudah bisa dipastikan pembayaran ke orang yang salah (tidak tepat sasaran) dan ratusan kepala Keluarga jelas akan kehilangan mata pencaharian
Olehnya itu kami meminta kepada panitia untuk menundah pembayaran ganti rugi dan melakukan verifikasi ulang data yuridis, serta melakukan pengukuran ulang atas tanah yg masuk dalam kawasan pembebasan lahan.
Kami jg mendesak APH untuk turun
melakukan penyelidikan dan memanggil dan meriksa semua Pihak atas dugaan
korupsi yg terjadi dalam pembebasan lahan bendungan paselloreng.(*)