Ketua KPK Firli Bahuri |
Sulselexpose.id.Jakarta--Penangkapan Bupati Pemalang, Jawa
Tengah, Mukti Agung Wibowo menambah daftar panjang kepala daerah yang berurusan
dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sepanjang tahun 2022, terhitung hingga bulan
Agustus, terdapat 8 kepala daerah yang ditangkap KPK. Jumlah ini termasuk eks
Walikota Yogyakarta, Haryadi Suyuti, yang kala itu baru saja purnatugas serta
diketahui masih menempati rumah dinas.
Ketua Pusat Bantuan Hukum Masyarakat
(PBHM) Ralian Jawalsen mengatakan, maraknya penangkapan tersebut menunjukkan
kepemimpinan Firli Bahuri bersama komisioner lain di KPK efektif.
“Dari aspek penindakan tentu efektif ya, dan
saya kira jumlah ini masih akan terus bertambah ke depan,” kata Ralian dalam
keterangannya di Jakarta, Senin (15/8).
Menurutnya, meski penangkapan kepala daerah
merupakan peristiwa yang sejatinya memprihatinkan, upaya penindakan oleh KPK
tak pernah surut.
KPK, lanjutnya, konsisten berpijak pada tiga
strategi yang dirumuskan Firli dkk dalam kerja pemberantasan korupsi.
“Ketua
KPK sering menyatakan yang korupsi pasti ditangkap. Itu terbukti kan. Dan saya
yakin, KPK bakal lebih sibuk lagi karena tren korupsi biasanya meningkat jelang
Pilkada atau Pemilu,” ungkap Anggota Perlindungan dan Profesi Advokat DPC
Peradi RBA Jakarta Timur itu.
Dia menjelaskan, korupsi kepala daerah berpotensi
meningkat seiring dimulainya tahapan pemilu 2024. Apalagi saat ini partai
politik maupun calon-calon petahana sudah mulai memanaskan mesin politik.
Dengan berkaca pada pengalaman sebelumnya,
mendekati pilkada 2018 dan pemilu 2019, dia menyebut tren korupsi dari tahun
2017 sampai 2018 meningkat hingga dua kali lipat.
“Dari data KPK, tahun 2017 setidaknya 14 kepala
daerah yang dijerat KPK, tahun 2018 naik tajam jadi 32 kepala daerah,”
terangnya.
Aktivis 1998 itu menengarai, tren peningkatan itu
tidak lepas dari mahalnya biaya politik yang harus dikeluarkan kepala daerah
yang hendak mencalonkan diri.
Proses pencalonan yang cukup panjang dengan biaya
yang sangat mahal, memaksa kepala daerah, baik selaku petahana atau pun yang
berniat jadi kontestan Pemilu, ambil ancang-ancang sejak jauh hari dengan
memanfaatkan jabatannya.
“Di sini praktik korupsi marak terjadi, modusnya
macam-macam bisa jual beli jabatan, main pengadaan barang atau jasa, suap
perizinan, ya termasuk gratifikasi,” ungkapnya.
Karena itu, ia mendorong KPK untuk terus
meningkatkan upaya mitigasi sekaligus pengawasan dan penindakan terhadap kepala
daerah, termasuk penjabat kepala daerah.
Secara
khusus, ia juga menyarankan pimpinan KPK berkolaborasi dengan Kementerian Dalam
Negeri, juga dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK), termasuk dengan kejaksaan daerah.
“Prinsipnya mitigasi harus ekstra, fungsi
Korpsupgah (koordinasi, supervisi dan pencegahan) supaya lebih trengginas,
penindakan juga jangan kendor,” tandasnya