Abdul Wahab Dai
Pendamping Masyarakat
Keterbukaan Informasi Publik saat ini menjadi perhatian. Pemerintah Desa adalah salah satu badan publik yang seharusnya memberikan akses yang cukup dan mudah bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi publik yang diperlukan.
Apa itu informasi publik? Informasi publik adalah dokumen milik badan publik. Dalam konteks desa, beberapa contohnya adalah RPJMDesa, RKPDesa, dan APBDesa
Salah satu lembaga di negeri ini --penulis tidak menyebutnya sebab penulis tidak mewakili lembaga tersebut-- mengelompokkan desa berdasarkan level keterbukaan informasi publik yang dijalankan oleh sebuah desa.
Ada lima macam desa ditinjau dari segi derajat keterbukaan informasi publik yang dimilikinya. Kelimanya adalah desa yang:
1. Informatif
2. Menuju Informatif
3. Cukup Informatif
4. Kurang Informatif
5. Tidak Informatif
Banyak hal yang dapat diukur perihal informasi publik yang dimiliki desa, sekiranya gampang atau sulit diakses.
Yang paling mendasar adalah desa harus memiliki peraturan desa tentang keterbukaan informasi publik. Belum banyak desa yang memilikinya.
Perdes tentang keterbukaan informasi publik dibahas dan ditetapkan melalui musyawarah desa saat mana sebelumnya kepala desa atau BPD mengajukan rancangan perdes inisiatif tentang keterbukaan informasi publik.
Desa sebaiknya memiliki situs web yang informasinya diperbarui dan dimutakhirkan secara berkala. Banyak desa yang memiliki situs web namun tak pernah dimutakhirkan informasinya.
Penulis melihat bahwa bukan hanya persoalan jaringan internet atau belum adanya jaringan nirkabel di desa, akan tetapi minimnya sumber daya desa yang cakap membuat narasi yang bernas dengan bahasa Indonesia yang ajeg. Apalagi untuk urusan membuat situs web tidak banyak yang tahu.
Mereka (perangkat desa) bahkan terkendala pada kepercayaan diri yang masih lemah dalam hal membuat teks narasi yang baik dan menarik pembaca. Atau menjadikan alasan "sibuk dengan kegiatan pokok desa" sebagai apologi sehingga keterbukaan informasi publik terabaikan.
Dokumen-dokumen desa seperti RPJMDesa, RKPDesa, dan APBDesa seyogyanya ditayangkan di situs web desa, biar gampang diakses oleh publik.
Informasi publik dapat saja diumumkan pada pranala lain misalnya pada sebuah blog yang lebih gampang dibuat, tapi ini masih sedikit yang melakukannya.
Di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan malah akun Facebook dan Instagram milik desa direcoki oleh informasi tentang kegiatan Pemerintah Kabupaten, padahal seharusnya yang diinformasikan adalah kegiatan Pemerintah Desa.
Banyak pengelola (admin) akun media sosial desa yang enggan membuat takarir perihal info terkini pembangunan desanya dengan alasan biasanya dirundung di kolom komentar.
Hal ini kerap terjadi pada penulis yang mencoba bernarasi dalam sebuah takarir tentang desa pada akun pribadi penulis, padahal -walau terkesan pamer-- penulis hanya mencoba memantik pentingnya badan publik mempermudah akses informasi publik dan dokumen publik.
Minat baca yang kurang dan minat berkomentar yang tinggi warganet membuat admin akun media sosial desa kurang berminat memutakhirkan status di akunnya.
Memang, banyak juga "telik sandi digital" kelompok vokal yang memantau kegiatan desa di medsos, apalagi jika yang diunggah adalah foto papan kegiatan dan menjadi sasaran empuk para "pemeras" dan "pencari kesalahan" desa.
Laman dan akun Facebook banyak yang tidak aktif tapi beralih ke fitur cerita (story) yang hanya dapat dikomentari di kotak pesan (Messenger).
Kerap akun desa ditandai untuk urusan yang tidak ada kaitannya dengan desa atau merundung desa dengan menyebut (mention) akun desa secara frontal. Pengelola akun desa sebenarnya dapat saja mengelola siapa yang dapat melihat, dapat berkomentar, dan dapat membagikan informasi publik yang diunggah dengan pengaturan yang ada. Bahkan komentar negatif dapat disembunyikan dan dihapus. Bahkan kolom komentar dapat di-nonaktifkan!
Dalam praktiknya di Kabupaten Wajo hampir semua desa memiliki akun Facebook Desa. Ada pula yang memilih aktif di Instagram.
Kanal Telegram juga dimanfaatkan oleh beberapa desa untuk pengumuman-pengumuman. Akun X belum banyak dilirik oleh desa. Akun medsos Pemdes, BPD, dan Bumdes pun sudah marak dibuat.
Bahkan ada akun lembaga kemasyarakan desa seperti Karang Taruna dan Kader Pembangunan Manusia di Facebook dan Instagram.
Untuk urusan pengumuman informasi publik desa secara luring melalui baliho dan papan pengumuman di Kabupaten Wajo sudah luar biasa, walau pemdes-pemdes harus dikejar-kejar agar segera membuat baliho transparansi APBDesa dan Realisasi APBDesa serta menyebutkan Silpa berupa kegiatan yang tidak selesai dan tidak terlaksana.
Mengumumkan daftar penerima BLT Dana Desa di situs web, akun medsos dan papan informasi adalah bagian dari keterbukaan informasi publik yang dihasilkan dalam Musdessus (Musyawarah Desa Khusus) Pembahasan dan Penetapan Daftar KPM BLT Dana Desa yang tidak "cokko-cokko".
Terakhir, desa sebaiknya memiliki inovasi terkait pelayanan informasi publik. Dapat disebut misalnya layanan surat keterangan daring di mana warga tak perlu ke kantor desa.
Pemasangan papan kegiatan fisik saja (kerap disebut papan proyek di luar konteks pemberdayaan) masih sering terlambat, padahal kegiatan pembangunan sudah berlangsung.
Profil Desa (termasuk Profil Pemerintah Desa) adalah hal yang penting dipajang baik secara luring (papan) maupun secara daring (di situs web) agar mereka yang membutuhkannya dengan gampang dapat membacanya dan mengambilnya untuk keperluan sumber data penelitian misalnya.
Penulis kerap dihubungi oleh beberapa orang untuk urusan nama-nama lengkap perangkat desa. Penulis kadang-kadang memancing penanya tentang data nama perangkat desa dan BPD yang dapat diakses pada situs web desa. "Tidak ada ditayangkan, Pak," kilah mereka yang sudah dapat diduga sebelumnya.
Profil Desa memuat data dasar desa (jumlah penduduk d.l.l) serta potensi dan permasalahan yang dihadapi desa.
Selain RPJMDesa yang masih berlaku, RKPDesa, dan APBDesa, pemerintah desa sebaiknya menginformasikan Laporan Kinerja Pemerintah Desa dan Laporan Keuangan Pemerintah Desa tahun sebelumnya.
Selain secara digital dan luring, informasi publik dapat saja diumumkan pada forum-forum misalnya dalam sambutan Kepala Desa jelang salat Jumat dan sambutan saat Maulid dan Isra Mikraj. Ada juga forum musyawarah tani (di Wajo disebut Manré Sifuulung) jelang musim tanam atau saat syukuran panen yang biasanya dibarengi dengan urunan menyediakan sapi untuk dijagal.
Salah satu barometer adalah sekiranya Desa memberi tanda khusus pada rumah penerima bansos, misalnya KPM BLT Dana Desa. Persoalan alokasi anggaran untuk pelayanan informasi publik juga menjadi alat ukur.
Persoalan musrenbangdesa dan musdes juga dapat menjadi alat ukur keterlibatan masyarakat (dalam hal ini unsur perwakilan masyarakat). Musyawarah "cokko-cokko" seharusnya dihindari dan bahkan sepekan sebelum hari H musyawarah sudah harus dijadwalkan lengkap dengan susunan panitia pelaksana.
Bukan ujug-ujug," Besok kita musyawarah!". Persoalan kualitas musyawarah juga masih perlu ditingkatkan. Termasuk keterlibatan perempuan, penyandang disabilitas, anak, lansia, dan kelompok miskin dalam musyawarah.
Diperlukan juga mekanisme khusus untuk mendengarkan aspirasi masyarakat misalnya kotak pengaduan atau forum curhat.
Desa yang pro terhadap keterbukaan informasi publik sudah tentu memiliki Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi atau semacam tim. Di Kabupaten Wajo dalam praktiknya desa-desa memiliki operator Sistem Informasi Desa (SID).
Persoalan kegiatan pembangunan yang bukan kewenangan desa juga sebaiknya diumumkan misalnya dengan dana APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten.
Jika desamu informatif, desamu luar biasa!.
Sumber Foto: Koleksi Penulis