WAJO - Merespon putusan Pengadilan Negeri Bulukumba yang menjatuhi hukuman 18 bulan penjara kepada Akbar Idris (eks Wasekjend PB HMI), HMI Cabang Wajo layangkan kecaman Rabu (1 Mei 2024).
Vonis tersebut dijatuhkan terhadap Akbar Idris, 29 April 2024 lalu atas kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap Bupati Bulukumba.
Kasus itu berawal dari adanya pamflet (flyer) yang diunggah di sebuah grup berbagi pesan Whatsapp yang memuat pesan ditemukannya dugaan tindak pidana korupsi di tubuh Pemerintahan Kabupaten Bulukumba oleh Dewan Pengurus Pusat Generasi Millenial Indonesia (DPP GMI).
“Sangat disayangkan jika kritik dibalas dengan hukuman penjara,” ujar Edil Adhar, Sekretaris Umum HMI Cabang Wajo.
Edil menambahkan bahwa kebebasan berpendapat yang dijamin oleh konstitusi kini terancam kalau pemerintah berlindung di bawah payung UU ITE yang banyak mengandung pasal-pasal karet tersebut.
“Demokrasi tanpa kritik artinya otoriter. Jika sikap antikritik ini dibiarkan, boleh jadi kita semua dapat dijerat dengan alasan yang sama,” tambahnya.
Akbar Idris didakwa Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang berbunyi “Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.
“Kami segenap Pengurus HMI Cabang Wajo turut prihatin atas kasus yang menimpa Kakanda Akbar Idris. Lewat kasus ini menambah bukti bahwa UU ITE sangat rawan digunakan oleh penguasa untuk mengkriminalisasi siapapun karna tidak ada batasan yang jelas terkait unsur penghinaan dan pencemaran nama baik,” kunci Edil.